Rakyat Cinta Timnas TAPI Benci PSSI ???
Siapa sih yang enggak bersorak gembira ketika timnas sepakbola Indonesia mencetak kemenangan di pertandingan piala AFF 2010 kemarin di stadion gelora bung karno? Atau ketika Firman cs mencetak gol indah? Bahkan temenku yang gak begitu tertarik sepakbola bisa merasakan passion’ sepakbola. Ingat kan sewaktu satu stadion bergemuruh meneriakkan satu nama, GARUDA DI DADAKU, GARUDA KEBANGSAANKU.
Perlu diingat juga ketika itu pengurus PSSI sudah diprotes keras, bahwa rakyat sama sekali tidak pernah mendukung PSSI yang didalangi oleh pengurus yang mengaku-ngaku sebagai pejuang sepakbola. Rakyat cinta timnas, tapi tidak cinta PSSI.
PSSI memang tidak punya cinta, apalagi rasa malu. [ Visinya mungkin keren, tahun 2020 Indonesia menjadi kekuatan nomor satu asia. Tapi realisasi? Pelatihan? PSSI tetap saja berharap dengan metode instan.] Saya sebagai rakyat Indonesia saja malu, ketika ketua umum PSSI, Nurdin Halid yang sudah keluar masuk bui tetap dipercaya, bahkan dibela untuk memimpin [untuk periode 2007 - 2011] PSSI. Sesuai kode etik FIFA,seseorang yang terbukti terlibat kriminal, ataupun sedang menjalani hukuman penjara, sangat tak layak memimpin organisasi seperti PSSI. Jadi inget teori yang disampaikan senior teman saya :
Ketika sebuah sistem kepemimpinan terbentuk dan memperoleh kekuasaan, baik organisasi maupun pemerintahan, orang-orang di dalam organisasi tersebut akan berusaha untuk mempertahankan kekuasaan tersebut, dengan segala cara
[out of talk : masih inget kan waktu pilkada Jakarta kemarin, sebagian besar parpol mendukung orang yang memang sudah mempunyai posisi, kalau parpol tersebut mendukung calon yang lain, mereka takut kehilangan kekuasaan]
Sepakbola mengajarkan nilai nilai moral, antirasisme, fair play, dll. Tapi apa yang dilakukan PSSI benar-benar mengkhianati nilai-nilai tersebut. Lihat kasus ini :
Seorang Komite Eksekutif PSSI, mengatakan bahwa pihaknya tidak terikat dengan kode etik FIFA, nah padahal dalam pedoman dasar PSSI pasal 5 ayat 9 dengan jelas menyebutkan bahwa setiap pengurus PSSI harus memahami kode etik FIFA! Nah?
Oke, sekarang begini, kalau pengurus PSSI, masih ngotot untuk mempertahankan kekuasaannya, mungkin bisa, tapi coba tolong tinjau dengan nilai moral. Bayangkan timnas kita tidak bisa ikut kejuaraan Internasional. Bambang Pamungkas dkk. tak bisa mencicipi kualifikasi Piala Dunia. Cornelius Gedy dkk. tidak ikut Sea Games. Lha, terus kerjaan PSSI apa?
Sepertinya pemerintah perlu turun tangan. Walaupun PSSI badan independen, PSSI tetap membawa martabat bangsa melalui sepakbola, olahraga paling populer di dunia. Kalau PSSI masih dipimpin orang-orang yang tidak berkulitas dan tidak memiliki passion di bidang sepakbola, sepakbola Indonesia tidak akan maju. Tolong, saya ingin seumur hidup saja dapat menyebut nama Indonesia dengan bangga.
Ditulis dengan bantuan Koran Kompas, bandrek, dan seperangkat komputer.